Seorang pembaca bisa saja lebih "fasih" dalam mengkaji objek (penelitian)-nya dari pada si empunya (baca: pengarangnya).

Metafisika Aristoteles

Dalam sebuah bab Metafisikanya, Aristoteles memulai dengan melakukan pengkajian tentang berbagai pandangan para pendahulunya mengenai prinsip-prinsip fenomena alamiah dan sebab-sebab pertamanya. Dalam bukunya, Alpha Minor, Aristoteles menunjukkan bahwa untuk dapat mengetahui realitas bukanlah pekerjaan yang mudah.


Mengkaji realitas merupakan sesuatu yang pada satu sisi mudah, dan pada sisi lain sulit. Bukti pernyataan ini adalah fakta bahwa tidak ada yang sepenuhnya berhasil memahami realitas, juga realitas tidak sepenuhnya tersembunyi dari setiap orang. Jika kita perhatikan setiap orang yang berbicara tentang alam, kita melihat bahwa sebagian di antara mereka benar-benar tidak dapat memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, sementara sebagian lainnya berhasil mengetahui sedikit saja. Namun, jika pengertian yang sedikit-sedikit itu kita satukan, akan menjadi banyak. Dengan demikian, mendapat pengetahuan tentang kebenaran dalam pengertian ini adalah mudah (dan dapat diakses oleh siapapun). Merujuk pada fakta inilah ada sebuah peribahasa: “Setiap orang tahu pintu rumahnya.

Namun, sebab kesulitannya adalah bahwa tidaklah mungkin sejauh ini seluruh kebenaran diketahui atau tidaklah mungkin sebagian besar kebenaran sepenuhnya dipahami. Mungkin ada dua sebab di balik itu. Meskipun demikian, kesulitan ini disebabkan oleh diri kita sendiri. Jadi, tidak berkaitan dengan realitas-realitas dunia eksternal karena kalau dibandingkan dengan segmen alam yang jelas sekali, nalar kita adalah seperti mata kelelawar yang berhadapan dengan matahari.

Selanjutnya, Aristoteles mengatakan bahwa bagaimanapun  kita berutang budi kepada para pendahulu kita untuk perkembangan intelektual. Ini karena mereka melestarikan hasil-hasil penelitian dan upaya-upaya ilmiah mereka sendiri dan pihak lain dan menyampaikan hasil-hasil tersebut kepada kita. Oleh karena itu, kita harus senantiasa berterimakasih serta menghormati mereka dan karya-karya mereka. Dalam bukunya Alpha Minor, Aristoteles berkata: “Rangkaian sebab dan akibat pasti ada titik awalnya. Pada titik awal ini, kita harus mendapatkan sesuatu yang merupakan suatu sebab yang bukan merupakan akibat dari sebab lain.”

Dalam buku ketiga, Beta, Aristoteles membahas berbagai pandangan yang bertentangan dengan gagasannya sendiri.

Dalam buku keempat, Gamma, Aristoteles mengemukakan argumen-argumen logis yang dibutuhkan untuk pembahasan ini, khususnya pembahasan tentang kontradiksi secara terperinci.

Dalam buku kelima, Delta, Aristoteles menjelaskan makna istilah-istilah yang digunakan dalam pembahasan, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman tentang makna setiap istilah khusus, dan hanya berdasarkan penjelasan makna istilah-istilah itulah apa yang dimaksudkan oleh Aristoteles harus dipahami.

Dalam buku keenam tentang Metafisikanya, Epsilan, Aristoteles membahas wujud aktual, wujud mental dan wujud aksidental.

Dalam buku ketujuh dan kedelapan, dia membahas masalah-masalah seperti substansi, aksiden, prinsip-prinsip, dan substansi-substansi datum inderawi (sense datum substances).

Dalam buku kesembilan, Theta, Aristoteles mempertimbangkan masalah-masalah seperti unitas dan mulitiplisitas serta problem-problem yang berkaitan dengan unitas dan multiplisitas. Dan dalam buku kesepuluh, dia membahas persoalan gerak dan konsep-konsep terbatas dan tak terbatas.

Dalam buku kesebelas, Kappa, Aristoteles mengemukakan kembali beberapa porsi khusus dari buku ketiga, keempat, dan keenam dalam kaitannya dengan topik-topik tertentu dalam ilmu-ilmu alam, guna mempersiapkan pikiran pembaca untuk pembahasan utama dalam wacana-wacana berikutnya, yaitu buku kedua belas.

Dalam buku kedua belas, subjek pembahasannya adalah prinsip pertama atau sebab dari segala sebab.

Dalam buku ketiga belas dan keempat belas, dengan kritis aristoteles mengkaji pandangan-pandangan para pendahulunya tentang prinsip-prinsip alam.

Dengan merujuk pada buku keempat belas tersebut, maka jelaslah bahwa di antara subjek-subjek yang dibahas Aristoteles dalam bukunya, subjek yang paling fundamental adalah persoalan sebab pertama bagi segenap wujud (baca: Tuhan); yakni titik mula dan penyebab rangkaian panjang sebab dan akibat.

Sebab pertama ini merupakan suatu substansi yang tak dapat dipersepsi dan pencipta eksistensi segenap substansi lainnya, baik yang dapat dipersepsi maupun yang tidak dapat dipersepsi. Berkali-kali Aristoteles berbicara tentang nilai dan kedudukan tinggi bab itu, yaitu bab filsafat, yang bertujuan untuk membahas prinsip pertama dan sebab pertama. Dalam satu tempat dia menyebutnya “ilmu yang paling suci” dan paling tepat atau berguna.


__________________
Dr. Muhammad Husaini Beheshti, Metafisika Al-Quran. Hlm: 21-23. Bandung: Arasy Mizan, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Ar Yu ReDEY..?!