Socrates dikenal dengan kebiasaan berdiskusi di taman-taman dalam konteks menyampaikan ajarannya. Suatu ketika ia mengajak muridnya ke taman, lalu bertanya:
Socrates: “Adakah orang-orang yang karyanya mengagumkanmu?”
Murid: “Ada! Misalnya para pematung dan penggambar yang indah.”
Socrates: “Siapakah menurutmu lebih mengagumkan, yang memahat patung manusia tanpa akal dan mampu bergerak atau yang menciptakan khayalan sehingga berwujud, bergerak, berakal?”
Murid: “Tentu yang menciptakan itu, kecuali jika penciptaan tersebut kebetulan.”
Socrates: “Kalau kita berandai ada sesuatu yang tidak ada tujuannya dan ada pula yang jelas tujuan dan manfaatnya, maka mana yang kebetulan dan mana yang disengaja?”
Murid: “Tentu saja yang jelas manfaat dan tujuannya bukan kebetulan.”
Socrates: “Nah, perhatikanlah mata dan telinga, tentu tujuannya untuk melihat dan mendengar.”
Murid: “Benar.”
Socrates: “Apa gunanya aroma harum terwujud, kalau kita tidak memunyai hidung yang dapat menghirup? Bagaimanakah kita dapat mengetahui rasa makanan, membedakan yang manis dari yang pahit. Bukankah tujuan lidah untuk itu?”
Murid: “Benar.”
Socrates: “Mata dapat rusak. Tidakkah Engkau melihat betapa Penciptanya, mewujudkan pelindungnya berupa kelopak mata. Perhatikanlah telinga menampung semua suara tapi dia tidak pernah penuh. Tidakkah Engkau melihat binatang bagai diatur giginya yang di depan dan belakang, yang di depan berfungsi menekan dan yang di belakang menumbuk. Kalau Engkau melihat semua itu, apakah Engkau akan berkata bahwa itu tercipta kebetulan? Kalau kita memerhatikan itu, pastilah kita akan sampai pada kesimpulan bahwa ia tidak tercipta secara kebetulan, tetapi Penciptanya Maha Kuasa dan Maha Mengetahui lagi penuh perhatian kepada ciptaan-ciptaan-Nya.”
____________________
M. Quraish Shihab, Yang Sarat dan Yang Bijak, hlm: 163-164. Jakarta: Lentera Hati, 2007.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar